Rabu, 11 Mei 2016

Ringkasan BAB IV PAJAK PENGHASILAN

BAB IV

PAJAK PENGHASILAN



Bagian 1 : Pajak Penghasilan Umum

Pendahuluan

Undang Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh) yang berlaku sejak 1 Januari 1984 telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1997 dan telah berubah berikutnya menjadi Undang Undang No. 17 Tahun 2000 mulai berlaku 1 Januari 2001 dan terakhir menjadi Undang Undang No. 36 Tahun 2008 mulai berlaku 1 Januari 2009. Dalam Undang Undang tersebut berisi tentang:



Subjek Pajak dan Wajib Pajak

Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun pajak Adapun yang menjadi subjek pajak adalah:

1. Orang pribadi;

2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;

3. Badan; dan

4. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Subjek Pajak dibedakan menjadi :

1.    Subjek Pajak Dalan Negeri

a.       Subjek Pajak orang pribadi

·         Orang Paribadi yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturu-turut) dalam jangka waktu 1 tahun, atau

·         Orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan berniat tinggal di Indonesia

b.      Subjek Pajak Badan

Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan Pemerintah dengan criteria tertentu.

c.       Subjek Pajak Warisan, yaitu :

Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yanh berhak.

2.    Subjek Pajak Luar Negeri

a.       Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dan

b.      Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirkan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha tetap di Indonesia.

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh panghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui Badan Usaha Tetap di Indonesia. Wajib pajak adalah orang atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.



Kewajiban Pajak Subjektif

a.    Subjek pajak dalam negeri yakni:

1.       Orang Pribadi dimulai saat dilahirkan, berada atau berniat tinggal di Indonesia, dan berakhir saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia.

2.       Badan dimulai saat didirikan atau berkedudukan di Indonesia dan berakhir saat dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia.

b.    Subjek pajak luar negeri yakni:

1.       Non-BUT dimulai saat mempunyai penghasilan di Indonesaia dan berakhir saat tidak lagi mempunyai penghasilan dari Indonesia.

2.       BUT dimulai saat melakukan usaha.kegiatan melalui BUT di Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menjalankan usaha/kegiatan di Indonesia.

c.    Warisan belum terbagi dimulai saat timbulnya warisan dan berakhir saat warisan selesai dibagi.



Tidak Termasuk Subjek Pajak

Yang tidak termasuk subjek pajak adalah:

1.    kantor perwakilan negara asing

2.    Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersamasama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

3.    organisasi-organisasi internasional dengan syarat:

a.       Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan

b.      tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;

4.    pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.



Objek Pajak

Dalam Pasal 4 ayat 1 UU No.36 Tahun 2008 dinyatakan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

1.        penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

2.        hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

3.        laba usaha;

4.        keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

a.       keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lain sebagai pengganti saham atau penyertaan modal

b.      keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

c.       keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

d.      keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

e.       keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

5.        Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

6.        Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

7.        Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

8.        Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

9.        Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

10.    Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

11.    Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

12.    Keuntungan selisih kurs mata uang asing;

13.    Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

14.    Premi asuransi;

15.    Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

16.    Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

17.    Penghasilan dari usaha berbasis syariah;

18.    Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

19.    Surplus Bank Indonesia.



Tidak termasuk Objek Pajak

Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

1.        Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak, serta harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil.

2.        Warisan;

3.        Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

4.        Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau  Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit);

5.        Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang Pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

6.        Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

a.       Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

b.      Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor;

7.        Iuran yang diterima dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

8.        Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

9.        Bagian laba yang diterima anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

10.    Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

a.       Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektorsektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

b.      Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

11.    Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

12.    Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

13.    Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

14.    hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundii dan hadiah tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa.



Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Menghitung Penghasilan Pajak

Dasar Pengenaan Pajak

Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang menjadi dasar pengenaan paajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan Wajib Pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.

Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk Wajib Pajak oraang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Secara singkat dapaat dirimuskan sebagai berikut :








Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak

1.        Menggunakan Pembukuan

2.        Menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Netto.



Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan. Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha.

Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas menliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan lainnya. Sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan bebas pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilaan netto yang merupakan objek pajak penghasilan.

Pembukuan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan usahaa yang sebenarnya, diselenggarakan di Indonesia dengn menggunkan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh menteri keuangan.



Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Pembukuan

Wajib Pajak badan besarnya Penghasilan Kena Pajak sama dengan Penghasilan netto, yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-Undang PPh. Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi besarnya Penghasilan Kena Pajak sama dengan penghasilan netto dikurangi dengan PTKP.















Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Norma Perhitungan Penghasilaan Netto

Apabila dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak-nya Wajib Pajak menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, besarnya penghasilan netto adalah sama besarnya dengan presentase Norma Perhitungan Penghasilan Netto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun.

Pedoman untuk menentukan penghasilan netto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Netto adalah Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut :

1.        Peredaran bruto kurang dari Rp 4.800.000.000,00 per tahun

2.        Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku

3.        Menyelenggarakan pencatatan.



Contoh Perhitungan Pajak :

Wajib pajak Pak Anto, kawin (istri tdk bkrja) dan mempunyai 3 org anak. Ia seoarng dokter dan memiliki indutri rotan di cirebon. Mislanya besarnya persentase norma untuk industri rotan di cirebon 12,5% dan dokter di jakarta 45%.



Peredaran usaha industri rotan di cirebon setahun                 = Rp 400.000.000.00,-

Penerimaan bruto seorang dokter di Jakarta setahun              = Rp 100.000.000.00,-

Penghasilan netto dihitung sebagai berikut :

Industri rotan : 12,% x 400.000.000.00                      = Rp 50.000.000.00

Seorang dokter : 45% x 100.000.000.00                    = Rp 45.000.000.00

Jumlah penghasilan netto                                            = Rp 95.000.000.00

PTKN                                                                                      = Rp 21.000.000.00

PKP                                                                                         = Rp 73.000.000.00



Penghasilan Tidak Kena Pajak

Besarnya PTKP setahun berlaku saat ini adalah :

1.        Rp 15.840.000,00 untuk wajib pajak pribadi

2.        Rp   1.320.000,00 tambahan wajib pajak yang kawin

3.        Rp 15.840.000,00 tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami

4.        Rp 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan. (Maksimal 3 orang)

Contoh :

John, WNA, bekerja di Indonesia tgl 1 Maret 2015, Kontrak selama 2 tahun. John sudah menikah dan punya 3 anak. PTKP John adalah :

PTKP setahun :

WP Sendiri                                          Rp 15.840.000,00

WP kawin                                           Rp   1.320.000,00

3 Anak                                                Rp   3.960.000,00

Jumlah                                                 Rp 21.120.000,00

Tarif Pajak

1.        WP Orang Pribadi dalam negeri

Tarif Pajak yang diterapkan atas penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp50.000.000
5%
Di atas Rp50.000.000,00 sampai Rp250.000.000
15%
Di atas Rp250.000.000,00 sampai Rp500.000.000
25%
Di atas Rp500.000.000
30%



*Tarif Pajak dapt diturun menjadi paling rendah 25%.

2.        WP badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap

Tarif Pajak atas PTKP bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%. Mulai berlaku sejak 2010 , diturunkan menjadi 25%.

WP badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbukan yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

WP badan dalam negeri dengan peredaraan bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 mendapat pengurangan tariff sebesar 50% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00.



Cara Menghitung Pajak

Untuk menghitung PPh dapat menggunakan rumus sebagai berikut :




















Contoh :

Gunawan pada tahun 2010 mempunyai Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 241.850.600,00. Besarnya Pajak Penghasilan yang harus dibayar atau terutang oleh Gunawan adalah :

PKP                                                     = Rp 241.850.600,00

PPh yang harus dibayar

5%    x Rp 50.000.000,00                   = Rp   2.500.000,00

15%  x Rp 191.850.000,00                 = Rp 28.777.500,00

Jumlah                                                 = Rp 31.277.500,00



Cara Melunasi Pajak

Wajib Pajak dapat menghitung dan melunasi Pajak Penghaasilan melalui 2 cara, yaitu :

1.        Pelunasan Pajak Tahun Berjalan

2.        Pelunasan pajak setelah akhir tahun



Bagian 2 : Bentuk Usaha Tetap

Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa :

1.        Tempat kedudukan manajemen;

2.        cabang perusahaan;

3.        kantor perwakilan;

4.        gedung kantor;

5.        pabrik;

6.        Bengkel;

7.        Gudang;

8.        ruang untuk promosi dan penjualan;

9.        pertambangan dan penggalian sumber alam;

10.    wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

11.    perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;

12.    proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

13.    pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;

14.    orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;

15.    agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia;dan

16.    komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Contoh BUT :

Sebuah Perusahaan dari China yang memenangkan tender pembangunan PLTU maka untuk membangun PLTU tersebut perusahaan dari China mendirikan BUT yang akan beroperasi selama pembangunan PLTU tersebut, setelah selesai maka BUT tersebut bubar dan mengajukan penghapusan NPWP.



Objek Pajak Penghasilan BUT

1.        Penghasilan dari usaha atu kegiatan BUT dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai

2.        Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan yang dijalankan Badan Usaha Tetap di Indonesia.

3.        Penghasilan sebagimana tersebut dalam PPh.



Bagian 3 : Penyusutan, Amortisasi, dan Revaluasi

Pendahuluan

Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan, penyusutan, atau depresiasi merupakan konsep alokasi harga perolehan harta tetap berwujud, dan amortisasi merupakan konsep lokasi harga perolehan harta tetap tidak berwujud dan harta perolehan sumber alam.



Penyusutan

Untuk menghitung besarnya penyusutan harta tetap berwujud dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

1.        Harta berwujud yang bukan berupa bangunan

Harta berwujud yang bukan bangunan terdiri dari harta berwujud bukan bangunan mempunyai masa manfaat 4 tahun, 8 tahun, 16 tahun, dan 20 tahun.

2.        Harta berwujud yang berupa bangunan

Harta berwujud yang berupa bangunan dibagi 2 yaitu ; permanen, dengan manfaatnya 20 tahun, dan tidak permanen dengan masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun.

Metode dan Tarif Penyusutan
























Saat Dimulainya Penyusutan

1.        Bulan dilakukannya pengeuaran

2.        Harta yang masih dalam pengerjaan penyusutannya saat pengerjaan harta berjalan

3.        Bulan harta berwujud mulai digunakan.



Amortisai

Harta tak terwujud digolongkan menjadi : kelompok harta tak terwujud yang mempunyai masa manfaat 4 tahun, 8 tahun, 16 tahun, dan 20 tahun.



Metode dan Tarif Amortisasi























Bagian 4 : Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak penghasilan yang dipungut sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi adalah pajak atas penghasilan atas gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh WPOP dalam negeri.

PPh pasal 21 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh Pemotong Pajak, yaitu pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan dan penyelenggaraan kegiatan.



Wajib Pajak PPh Pasal 21

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Ps 21:

1.        pegawai;

2.        penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;

3.        bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:

a.       tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;

b.      pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;

c.       olahragawan;

d.      penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;

e.       pengarang, peneliti, dan penerjemah;

f.       pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;

g.      agen iklan;

h.      pengawas atau pengelola proyek;

i.        pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;

j.        petugas penjaja barang dagangan;

k.      petugas dinas luar asuransi;

l.        distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;

4.        anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;

5.        mantan pegawai;

6.        peserta kegiatan yang menerima atau memperole penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:

a.       peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;

b.      peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;

c.       peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;

d.      peserta pendidikan dan pelatihan;

e.       peserta kegiatan lainnya.



Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21

Tidak termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah:

a.         pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

b.        pejabat perwakilan organisasi internasional, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan  warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.



Objek PPh Pasal 21

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah:

a.         penghasilan yang diterima Pegawai Tetap

b.        penghasilan yang diterima penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

c.         penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua.

d.        penghasilan Pegawai Tidak Tetap berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan yang dibayarkan secara bulanan;

e.         imbalan kepada Bukan Pegawai dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan;

f.         imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah.



Bagian 5 : Pajak Penghasilan Pasal 22

Pemungut PPh Pasal 22

Pemungut PPh Pasal 22 adalah:

a.         Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;

b.        Direktoran Jenderal Pajak yang melakukan pembayaran atas barang.

c.         Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang membeli barang dengan APBN atau APBD.

d.        Bank Indonesia, PT Penrusahaan Pengelola Aset, Perum BULOG, PT Telkom, PT PLN dan Bank-bank BUMN yang membeli dengan dana yang bersumber dari APBN dan non-APBN

e.         Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industry semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;

f.         Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;

g.        Industri dan eksportir yang bergerak dalam sector kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.

h.        Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang mewah



Objek Pungutan PPh Pasal 22

Besarnya pungutan PPh Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:

a.         Atas impor:

b.        Atas pembelian barang yang dilakukan oleh Direktoran Jenderal Anggaran dan yang dilakukan oleh BUMN dan BUMD.

c.         Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas.

d.        Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi:

e.         Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.

f.         Penjualan barang-barang yang tergolong mewah



Dikecualikan dari Pemungutan PPh pasal 22

1.        Impor barang barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan tidak terutang PPh

2.        Impor barang barang yang dibebaskan dari bea masuk

3.        Dalam hal impor bersifat sementara setelah keperluan tersebut diekspor kembali

4.        Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000,00

5.        Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda benda pos, telepon.



Cara menghitung PPh Pasal 22

1.        Menggunakan Angka Pengenal Improtir (API) tariff pemungutannya 2,5%

PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Improtir

2.        Yang Tidak Menggunakan Angka Pengenal Improtir (API) tariff pemungutannya 7,5%

PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Improtir

3.        Yang tidak dikuasai, tarif pemungutannya 7,5% dari harga jual lelang

PPh Pasal 22 = 7,5% x harga jual lelang



Bagian 6 : Pajak Penghasilan Pasal 23

Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap, yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.



Pemotong PPh Pasal 23

1.        Badan pemerintah

2.        Subjek pajak badan dalam negeri

3.        Penyelenggaraan kegiatan

4.        Bentuk usaha tetap

5.        Perwakilan perusahaan luar lainnya

6.        Orang pribadi yang ditunjuk oleh kepala KPP sebagai pemotong PPh pasal 21



Tarif dan Objek Pajak

a.         sebesar 15% dari jumlah bruto atas:

1.      dividen;

2.      bunga;

3.      royalti;

4.      hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21;

b.        sebesar 2% dari jumlah bruto atas:

1.      sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2);

2.      imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.



Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23

Pemotongan pajak tidak dilakukan atas:

a.         penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;

b.        sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;

c.         dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)

d.        bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif

e.         sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;

f.         penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.



Contoh :

PT “Maju” membayar dividen kepada pemegang sahamnya senilai Rp 50.000.000,00 Jhon Bule sebagai pemegang saham.

Hitung PPh :

a.         Jika Jhon berada di Indonesia 12 bulan berturut-turut

b.        Jika Jhon Bule berada di Indonesia selama 4 bulan

Pembahasan:

1a. PPh 23 = 15% x Rp50.000.000,00 =Rp7,500.000,00

1b. PPh 26 = 20% x Rp50.000.000,00 =Rp10.000.000,00



Bagian 7 : Pajak Penghasilan Pasal 24

Penggabungan Penghasilan

Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut :

1.         Penggabungan penghasilan dari usaha di dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut.

2.         penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU No. 10/1994) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan.

































Batas Maksimum Kredit Pajak

Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/atau perhitungan berikut ini:

1.        Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri

2.        (Penghasilan luar negeri : seluruh penghasilan kena pajak) x seluruh PPh (berdasarkan pasal 17)

3.        Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh pen ghasilan kena pajak adalah lebih kecil dari pada penghasilan luar negeri.



Bagian 8 : Pajak Penghasilan Pasal 25

Pajak pengahsilan pasal 25 adalah angsuran pajak tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib pajak untuk setiap bulannya. Dalam hal ini termasuk pajak yang dibayar atas Wajib pajak Orang Pribadi yang bertolak ke luar negeri.

Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan :

1.        Wajib Pajak membayar sendiri (PPh Pasal 25)

2.        Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh Pasal 21,22,23 dan 24)



Cara Menghitung Besarnya PPh Pasal 25

1.        pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta pajak penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan

2.        pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.



Bagian 9 : Pembayaran Pajak Penghasilan Bagi Orang Pribadi Yang Bertolak Ke Luar Negeri

Yang wajib membayar Pajak Penghasilan adalah orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke luar negeri, termasuk isteri, anggota keluarga sedarah, dan keluarga dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya Wajib Pajak yang bersangkutan.

Besanya Pajak Penghasilan Bagi Orang Pribadi Yang Bertolak Ke Luar Negeri adalah :

1.        rp 2.500.000,00 untuk setiap orang yang bertolak ke luar negeri menggunakan pesawat udara, dan

2.        rp 1.000.000,00 untuk setiap orang yang bertolak ke luar negeri menggunakan angkutan laut.



Bagian 10 : Pajak Penghasilan pasal 26

PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia. Pemotongan PPh pasal 26 adalah pihak pihak yang membayarkan penghasilan, yang terdiri atas :

1.        badan pemerintah,

2.        subyek pajak dalam negeri,

3.        penyelenggaraan kegiatan,

4.        bentuk usaha tetap,

5.        perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.



Tarif Pajak dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 26






























































































Bagian 11 : PPh Final Pasal 4 ayat 2 (PPh yang Bersifat Final)

1.        Objek PPh adalah Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.

Tarif Pajak

a.         dikenakan PPh final sebesar 20% dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap;

b.        dikenakan PPh final sebesar 20% dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap Wajib Pajak luar negeri.



Dikecualikan dari Pemotongan PPh

a.         bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;

b.        bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;

c.         bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonsia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, diberikan berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Dana Pensiun yang bersangkutan terdaftar.

d.        bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

e.         Orang Pribadi Subjek Pajak dalam negeri yang seluruh  penghasilannya dalam 1 tahun pajak termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.